Pengertian HACCP
HACCP adalah suatu sistem jaminan mutu yang berdasarkan kepada kesadaran bahwa hazard (bahaya)
dapat timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu, tetapi
dapat dilakukan pengendaliannya untuk mengontrol bahaya bahaya tersebut.
Kunci utama HACCP adalah antisipasi dan identifikasi titik pengawasan
yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan, daripada mengandalkan kepada pengujian produk akhir.
Sistem
HACCP bukan merupakan sistem jaminan keamanan pangan yang tanpa resiko,
tetapi dirancang untuk meminimalkan resiko bahaya keamanan pangan.
Sistem HACCP juga dianggap sebagai alat manajemen yang digunakan untuk
memproteksi rantai pasokan pangan dan proses produksi terhadap
kontaminasi bahaya-bahaya mikrobiologis, kimia dan fisik.
HACCP
dapat diterapkan dalam rantai produksi pangan mulai dari produsen utama
bahan baku pangan (pertanian), penanganan, pengolahan, distribusi,
pemasaran hingga sampai kepada pengguna akhir.
Pendekatan HACCP
Ada tiga pendekatan penting dalam pengawasan mutu pangan:
1. Food Safety/Keamanan Pangan.
Aspek-aspek dalam proses produksi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit atau bahkan kematian. Masalah ini umumnya dihubungkan dengan masalah biologi, kimia dan fisika.
Aspek-aspek dalam proses produksi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit atau bahkan kematian. Masalah ini umumnya dihubungkan dengan masalah biologi, kimia dan fisika.
2. Wholesomeness/Kebersihan.
Merupakan karakteristik-karakteristik produk atau proses dalam kaitannya dengan kontaminasi produk atau fasilitas sanitasi dan hygiene.
Merupakan karakteristik-karakteristik produk atau proses dalam kaitannya dengan kontaminasi produk atau fasilitas sanitasi dan hygiene.
3. Economic Fraud /Pemalsuan
Adalah tindakan-tindakan yang illegal atau penyelewengan yang dapat merugikan pembeli. Tindakan ini mencakup diantaranya pemalsuan species (bahan baku), penggunaan bahan tambahan yang berlebihan, berat tidak sesuai dengan label, overglazing dan jumlah komponen yang kurang seperti yang tertera dalam kemasan.
Adalah tindakan-tindakan yang illegal atau penyelewengan yang dapat merugikan pembeli. Tindakan ini mencakup diantaranya pemalsuan species (bahan baku), penggunaan bahan tambahan yang berlebihan, berat tidak sesuai dengan label, overglazing dan jumlah komponen yang kurang seperti yang tertera dalam kemasan.
SEJARAH HACCP
Sejarah perkembangan HACCP oleh beberapa ahli dianggap sebagai evolusi, sejak ditemukannya pada tahun 1960,dimana Pilsbury Co. NASA dan US Army Natick and Space Administration, mengadakan penelitian dengan tujuan utama mengembangkan makanan yang aman bagi astronot.
HACCP baru berkembang pesat sejak tahun 1990, di Indonesia pada tahun 1998. diadopsi menjadi SNI 01-4852-1998
MANFAAT HACCP
1. Menjamin keamanan pangan
- Memproduksi produk pangan yang aman setiap saat;
- Memberikan bukti sistem produksi dan penganganan aproduk yang aman;
- Memberikan rasa percaya diri pada produsen akan jaminan keamanannya;
- Memberikan kepuasan pada pelanggan akan konformitasnya terhadap standar nasional maupun internasional.
- Memproduksi produk pangan yang aman setiap saat;
- Memberikan bukti sistem produksi dan penganganan aproduk yang aman;
- Memberikan rasa percaya diri pada produsen akan jaminan keamanannya;
- Memberikan kepuasan pada pelanggan akan konformitasnya terhadap standar nasional maupun internasional.
2. Mencegah
kasus keracunan pangan, sebab dalam penerapan sistem HACCP
bahaya-bahaya dapat diidentifikasi secara dini, termasuk bagaimana
tindakan pencegahan dan tindakan penanggulangannya.
3. Mencegah/mengurangi
terjadinya kerusakkan produksi atau ketidakamanan pangan, yang tidak
mudah bila hanya dilakukan pada sistem pengujian akhir produk saja.
4. Dengan
berkembangnya HACCP menjadi standar internasional dan persyaratan wajib
pemerintah, memberikan produk memiliki nilai kompetitif di pasar
global.
5. Memberikan
efisiensi manajemen keamanan pangan, karena sistemnya sistematik dan
mudah dipelajari, sehingga dapat diterapkan pada semua tingkat bisnis
pangan.
Tujuh Prinsip HACCP
HACCP
merupakan suatu sistem yang dilakukan untuk mengidentifikasi bahaya
tertentu dan tindakan pencegahan yang perlu dilakukan untuk
pengendaliannya. Sisten ini terdiri dari tujuh prinsip sebagai berikut:
PRINSIP 1
|
:
|
Mengidentifikasi
potensi bahaya yang berhubungan dengan produksi pangan pada semua
tahapan, mulai dari usaha tani, penanganan, pengolahan di pabrik dan
distribusi, sampai kepada titik produk pangan dikonsumsi. Peningkatan
kemungkinan terjadinya bahaya dan menentukan tindakan pencegahan, untuk
pengendaliannya.
|
PRINSIP 2
|
:
|
Menentukan
titik atau tahap prosedur operasional yang dapat dikendalikan untuk
menghilangkan bahaya atau mengurangi kemungkinan terjadi bahaya
tersebut. CCP (Critical Control Point) berarti setiap tahapan di dalan
produksi pangan dan /atau pabrik yang meliputi sejak bahan baku yang
diterima, dan/atau diproduksi, panen, diangkut, formulasi, diolah,
disimpan dan lain sebagainya.
|
PRINSIP 3
|
:
|
Menetapkan batas kritis yang harus dicapai untuk menjamin bahwa CCP berada dalam kendali.
|
PRINSIP 4
|
:
|
Menetapkan sistem pemantauan pengendalian (monitoring) dari CCP dengan cara pengujian atau pengamatan.
|
PRINSIP 5
|
:
|
Menetapkan tindakan perbaikan yang dilaksanakan jika hasil pemantauan menunjukkan bahwa CCP tertentu tidak terkendali.
|
PRINSIP 6
|
:
|
Menetapkan
prosedur verifikasi yang mencakup dari pengujian tambahan dan prosedur
penyesuaian yang menyatakan bahwa sistem HACCP berjalan efektif.
|
PRINSIP 7
|
:
|
Mengembangkan dokumentasi mengenai senua prosedur dan pencatatan yang tepat untuk prinsip-prinsip ini dan penerapannya.
|
KEAMANAN PANGAN
Keamanan
pangan merupakan syarat penting yang harus melekat pada pangan yang
hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Pangan yang bermutu
dan aman dapat dihasilkan dari dapur rumah tangga maupun dari industri
pangan. Oleh karena itu industri pangan adalah salah satu faktor penentu
beredarnya pangan yang memenuhi standar mutu dan keamanan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah.
Keamanan
pangan bukan hanya merupakan isu dunia tapi juga menyangkut kepedulian
individu. Jaminan akan keamanan pangan adalah merupakan hak asasi
konsumen. Pangan termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial
dalam kehidupan manusia. Walaupun pangan itu menarik, nikmat, tinggi
gizinya jika tidak aman dikonsumsi, praktis tidak ada nilainya sama
sekali.
Keamanan
pangan selalu menjadi pertimbangan pokok dalam perdagangan, baik
perdagangan nasional maupun perdagangan internasional. Di seluruh dunia
kesadaran dalam hal keamanan pangan semakin meningkat. Pangan semakin
penting dan vital peranannya dalam perdagangan dunia. Dalam modul ini
akan dibahas berbagai aturan yang melingkupi aspek keamanan pangan,
analisis bahaya keamanan pangan dan berbagai peluang untuk
menguranginya.
Lebih dari 90% terjadinya penyakit pada manusia yang terkait dengan makanan (foodborne diseases)
disebabkan oleh kontaminasi mikrobiologi, yaitu meliputi penyakit
tipus, disentri bakteri/amuba, botulism, dan intoksikasi bakteri
lainnya, serta hepatitis A dan trichinellosis.
Foodborne disease
lazim didefinisikan namun tidak akurat, serta dikenal dengan istilah
keracunan makanan. WHO mendefinisikannya sebagai penyakit yang umumnya
bersifat infeksi atau racun, yang disebabkan oleh agent yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang dicerna.
Foodborne disease baik
yang disebabkan oleh mikroba maupun penyebab lain di negara berkembang
sangat bervariasi. Penyebab tersebut meliputi bakteri, parasit, virus,
ganggang air tawar maupun air laut, racun mikrobial, dan toksin fauna,
terutama marine fauna. Komplikasi, kadar, gejala dan waktu lamanya sakit
juga sangat bervariasi tergantung penyebabnya.
Patogen utama dalam pangan adalah Salmonella sp, Staphylococcus aureus serta toksin yang diproduksinya, Bacillus cereus, serta Clostridium perfringens. Di samping itu muncul jenis patogen yang semakin popular seperti Campylobacter sp, Helicobacter sp, Vibrio urinificus, Listeria monocytogenes, Yersinia enterocolitica,
sedang lainnya secara rutin tidak dimonitor dan dievaluasi. Jenis
patogen tertentu seperti kolera thypoid biasanya dianalisa dan diisolasi
oleh laboratorium kedokteran.
Patogen
yang dianggap memiliki penyebaran yang luas adalah yang menyebabkan
penyakit salmonellosis, cholera, penyakit parasitik, enteroviruses.
Sedangkan yang memiliki penyebaran sedang adalah toksin ganggang, dan
yang memiliki penyebaran terbatas adalah S.aureus, B.cereus, C. perfringens, dan Botulism.
Sebagian
besar pemerintah berbagai negara di dunia menggunakan deretan usaha
atau langkah pengendalian kontaminan pangan melalui inspeksi,
registrasi, analisa produk akhir, untuk menentukan apakah suatu
perusahaan pangan memproduksi produk pangan yang aman.
Masalah
utama yang dihadapi adalah tingginya biaya yang diperlukan untuk
menanggulangi masalah yang dihadapi dalam melakukan pengendalian. Salah
satu sistem baru bagi penjaminan (assuring) keamanan pangan disampaikan
tahun 1971 dalam suatu National Conference on Food Protection dengan judul “The Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) System”.
HACCP
adalah suatu sistem yang dianggap rasional dan efektif dalam penjaminan
keamanan pangan dari sejak dipanen sampai dikonsumsi. HACCP adalah
suatu sistem yang mampu mengidentifikasi hazard (ancaman) yang
spesifik seperti misalnya, biologi, kimia, serta sifat fisik yang
merugikan yang dapat berpengaruh terhadap keamanan pangan dan dilengkapi
dengan langkah-langkah pencegahan untuk mengendalikan ancaman (hazard) tersebut.
Pangan
tradisional pada umumnya memiliki kelemahan dalam hal keamanannya
terhadap bahaya biologi atau mikrobiologi, kimia, dan fisik. Adanya
bahaya atau cemaran tersebut seringkali terdapat dan ditemukan karena
rendahnya mutu bahan baku, teknologi pengolahan, belum diterapkannnya
paraktek sanitasi dan higiene yang memadai, dan kurangnya kesadaran
pekerja maupun produsen yang menangani pangan tradisional.
Keamanan pangan
Seiring
dengan meningkatnya pengetahuan dan kesadaran akan kesehatan terhadap
pangan yang dikonsumsi, mengkonsumsi pangan yang aman merupakan hal yang
harus diperhatikan oleh produsen dan konsumen. Berdasarkan UU Pangan
No. 7 tahun 1996, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang
diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis,
kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan
kesehatan manusia.
Pangan yang aman adalah pangan yang tidak mengandung bahaya biologi atau mikrobiologi, bahaya kimia, dan bahaya fisik.
Bahaya
biologis atau mikrobiologis terdiri dari parasit (protozoa dan cacing),
virus, dan bakteri patogen yang dapat tumbuh dan berkembang di dalam
bahan pangan, sehingga dapat menyebabkan infeksi dan keracunan pada
manusia. Beberapa bakteri patogen juga dapat menghasilkan toksin
(racun), sehingga jika toksin tersebut terkonsumsi oleh manusia dapat
menyebabkan intoksikasi. Intoksikasi adalah kondisi dimana toksin sudah
terbentuk di dalam makanan atau bahan pangan, sehingga merupakan keadaan
yang lebih berbahaya. Sekalipun makanan atau bahan pangan sudah
dipanaskan sebelum disantap, toksin yang sudah terbentuk masih tetap
aktif dan bisa menyebabkan keracunan meski bakteri tersebut sudah tak
ada dalam makanan.
Adanya virus
dan protozoa dalam makanan atau bahan pangan masih belum banyak yang
diteliti dan diidentifikasi. Namun informasi tentang virus hepatitis A
dan protozoa Entamoeba hystolitica telah diketahui dapat mencemari air. Cacing diketahui terdapat pada hasil-hasil peternakan, misalnya Fasciola hepatica
yang ditemukan pada daging atau hati sapi. Adanya cemaran cacing
tersebut akan mengakibatkan infeksi pada manusia jika mengkonsumsi
daging atau hati sapi yang tidak dimasak dengan baik.
Bahaya
kimia pada umunya disebabkan oleh adanya bahan kimia yang dapat
menimbulkan terjadinya intoksikasi. Bahan kimia penyebab keracunan
diantaranya logam berat (timbal/Pb dan raksa/Hg). Cemaran-cemaran
tersebut berasal dari cemaran industri, residu pestisida, hormon, dan
antibiotika. Terbentuknya toksin akibat pertumbuhan dan perkembangan
jamur atau kapang penghasil toksin juga termasuk dalam bahaya kimia.
Beberapa jamur atau kapang penghasil toksin (mikotoksin) adalah Aspergillus sp., Penicllium sp., dan Fusarium sp., yang dapat menghasilkan aflatoksin, patulin, okratoksin, zearalenon, dan okratoksin.
Bahaya
fisik terdiri potongan kayu, batu, logam, rambut, dan kuku yang
kemungkinan berasal dari bahan baku yang tercemar, peralatan yang telah
aus, atau juga dari para pekerja pengolah makanan. Meskipun bahaya fisik
tidak selalu menyebabkan terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan,
tetapi bahaya ini dapat sebagai pembawa atau carier bakteri-bakteri patogen dan tentunya dapat mengganggu nilai estetika makanan yang akan dikonsumsi.
Keamanan mikrobiologis pangan tradisional
Walaupun
dalam jumlah terbatas informasi-informasi keberadaan bakteri dalam
pangan tradisional, namun diketahui bahwa sayuran sebagai sumber serat
yang sangat baik ternyata mengandung jumlah cemaran bakteri dalam jumlah
yang tinggi. Menurut hemat penulis, merupakan kebiasaan yang kurang
baik sebagian masyarakat kita yang mengkonsumsi makanan mentah. Tindakan
preventif berupa pencucian yang dilanjutkan dengan pemanasan (memasak
sampai matang) merupakan beberapa kebiasaan positif yang perlu
ditingkatkan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi atau menurunkan jumlah
cemaran bakteri sehingga dapat mengurangi terjadinya bahaya biologis
atau mikrobiologis.
Salah satu
pangan tradisional yang telah juga diketahui sbagai pangan fungsional
yang sejak jaman dahulu telah lama dikonsumsi oleh masyarakat kita
adalah minuman jamu. Minuman jamu dapat dibuat dan disajikan secara
sederhana di tingkat rumah tangga yang kemudian dijual sebagai “jamu
gendong”. Pada umumnya proses penyiapan jamu ini menggunakan peralatan
sederhana dan tingkat sanitasi dan higiene yang kurang memadai. Hal ini
masih ditambah lagi dengan rendahnya tingkat sanitasi penggunaan
peralatan maupun kemasan selama proses penyiapan jamu tersebut. Proses
penyiapan “jamu gendong” yang seadanya tersebut merupakan faktor
penyebab turunnya mutu jamu yang dihasilkan, dan tentunya ini dapat
berdampak terhadap mutu mikrobiologis jamu yang dihasilkan.
Upaya preventif
Hal
penting yang harus diperhatikan dalam penyiapan makanan tradisional
yang berkaitan dengan proses penyiapannya adalah penerapan
prinsip-prinsip cara pengolahan makanan yang baik (CPMB), meskipun
dengan cara-cara yang sederhana.
Pertama,
memperhatikan masalah sanitasi dan higiene. Kebersihan pada setiap
tahapan proses pengolahan, yang dimulai dari persiapan dan penyediaan
bahan baku, pemakaian air bersih, tahapan pengolahan, dan pasca
pengolahan (pengemasan dan penyimpanan) makanan atau pangan tradisional
merupakan langkah-langkah penting untuk menghindari terjadinya infeksi
dan intoksikasi. Selain itu usaha-usaha untuk mencegah terjadinya
kontaminasi silang antara bahan baku yang belum diolah dengan bahan jadi
juga merupakan upaya preventif yang harus dilakukan.
Kedua,
memanfaatkan secara maksimal sifat sinergisme antara bahan-bahan
penyusun makanan tradisional yang dikombinasikan dengan penambahan asam
untuk menurunkan pH (keasaman) produk. Seperti kita ketahui bahwa
kunyit, jahe, lengkuas, dan bahan-bahan lainnya merupakan pangan
tradisional yang diketahui mempunyai efek antibakteri atau antimikroba.
Selain itu, sifat sinergisme ini juga merupakan usaha untuk
menghindarkan penggunaan pengawet kimia.
Ketiga,
upaya pelayanan purna jual yang diberikan kepada konsumen, dengan cara
penulisan label pada kemasan makanan. Penulisan informasi tentang batas
akhir penggunaan makanan (kadaluarsa), komposisi gizi penyusun makanan
tradisional, komposisi zat gizi yang terkandung, bahan pengawet yang
digunakan, informasi kehalalan, dan nama perusahaan atau industri rumah
tangga yang memproduksi. Langkah ini merupakan suatu jaminan mutu kepada
konsumen tentang produk yang akan kita pasarkan.
Jaminan Keamanan Pangan dengan sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point).
Sektor pertanian merupakan sektor penting yang masih harus dikembangkan
serta membutuhkan penanganan serius guna menunjang laju pertumbuhan
ekonomi Indonesia. Untuk dapat bersaing di pasar yang bebas dan
kompetitif saat ini, komoditas pertanian yang dipasarkan harus
benar-benar dapat menarik minat pembeli. Hal ini perlu ditanamkan
terhadap pelaku agribisnis bahwa di dalam produk yang akan dipasarkan
haruslah terdapat unsur jaminan kepastian mutu.
Jaminan
mutu dan keamanan pangan terus berkembang sesuai dengan persyaratan
konsumen, Keamanan pangan merupakan persyaratan utama dan terpenting
dari seluruh parameter mutu pangan yang ada. Betapapun tinggi nilai gizi
suatu bahan pangan atau makanan, penampilannya baik , juga lezat
rasanya, tetapi bila tidak aman, maka makanan tersebut tidak ada
nilainya lagi.
Hal
ini membawa dampak perubahan mulai dari bisnis pangan tanpa adanya
pengawasan, pengawasan produk akhir, hingga pengawasan proses produksi
bagi jaminan mutu secara total. Pada tahun-tahun terakhir, konsumen
menyadari bahwa mutu pangan khususnya keamanan pangan tidak dapat hanya
dijamin dengan hasil uji produk akhir dari laboratorium. Mereka
berkeyakinan bahwa produk yang aman didapat dari bahan baku yang
ditangani dengan baik, diolah dan didistribusikan dengan baik akan
menghasilkan produk akhir yang baik.
Suatu
langkah yang tepat untuk mengantisipasi hal tersebut, serta adanya
tuntutan dalam pasar bebas, telah dikembangkan suatu sistem jaminan mutu
oleh Komite Standar Internasional/ Codex Allimentarius Commission yang
telah diakui secara internasional yaitu Sistem Jaminan Mutu berdasarkan
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Secara umum konsep
HACCP ini merupakan suatu sistem jaminan mutu yang menekankan pada
pengawasan yang menjamin mutu sejak bahan baku hingga produk akhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar