72. pengorganisasian pembelajaran ips
Pendekatan Monodisiplin atau sering disebut juga sebagai pendekatan
struktural, yaitu suatu bentuk atau model pendekatan yang hanya memperhatikan satu
disiplin ilmu saja, tanpa menghubungkan dengan struktur ilmu yang lain. Jadi,
pengembangan materi berdasarkan ciri dan karakteristik dari bidang studi yang
bersangkutan.
Dalam pendekatan pengorganisasian materi ini sejarah diajarkan terpisah
dari geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, politik, dan hukum. Begitu juga
manakala guru mengajarkan ekonomi akan terlepas dari bidang studi lainnya. Hal
ini dikarenakan materi pelajaran yang diajarkan siswa sepenuhnya dikembangkan
dari disiplin ilmu yang bersangkutan secara mandiri. Bentuk pendekatan
pengorganisasian ini merupakan bentuk tertua dari bentuk-bentuk
pengorganisasian materi yang ada dan berkembang dewasa ini.
Menurut Udin Saripudin W. (1989: 87) model pendekatan ini memusatkan
perhatian pada konsep dan metode kerja suatu disiplin ilmu sosial tertentu,
misalnya antropologi atau sosiologi. Hal yang menjadi titik pangkal pendekatan
ini adalah konsep atau generalisasi atau teori yang menjadi kekayaan bidang
studi yang bersangkutan. Contohnya, yaitu sebagai berikut.
Pendekatan interdisipliner memusatkan perhatian pada masalah-masalah
sosial yang dapat didekati dari berbagai disiplin keilmuan sosial. Hal yang
menjadi titik tolak pembelajaran biasanya konsep atau generalisasi yang
berdimensi jamak atau masalah sosial yang menyangkut atau menuntut pemecahan
masalah dari berbagai bidang keilmuan sosial.
Pendekatan Interdisipliner disebut juga pendekatan terpadu atau
integrated approach atau istilah yang digunakan Wesley dan Wronski adalah
‘correlation’ untuk pendekatan antarilmu, sedangkan integration untuk
pendekatan terpadu. Dalam pendekatan antarilmu dikenal adanya ini (core) untuk
pengembangan yang berdasarkan pada pendekatan terpadu (integration approach)
yang merupakan tipe ideal konsep-konsep dari berbagai ilmu-ilmu sosial atau
bidang studi telah terpadu sebagai satu kesatuan sehingga bahannya
diintegrasikan menurut kepentingan dan tidak lagi menurut urutan konsep
masing-masing ilmu atau bidang studi.
IPS yang tadinya hanya terbatas pada penyederhanaan ilmu-ilmu sosial
semata, meningkat kepada nilai, sikap, dan perilaku dan pada perkembangan
berikutnya telah melibatkan bagian-bagian di luar disiplin ilmu-ilmu sosial.
Masuknya humaniora, sains, matematika, dan agama menunjukkan bahwa IPS tidak
lagi bergerak dalam kelompok disiplin ilmu-ilmu sosial saja yang dikenal dengan
pendekatan multidisiplin (multy disciplinary approach), tetapi sudah memasuki
bidang disiplin lain atau yang dikenal dengan ‘cross disciplines’.
Hal itu menunjukkan bahwa perkembangan IPTEK telah mempengaruhi
perkembangan masyarakat dan tidak terkecuali masyarakat Indonesia pada saat
sekarang ini. Banyak penulis terkemuka yang mengkaji dan menjelaskan hubungan
itu di antaranya Daniel Bell, dan Naisbitt. Daniel Bell bahkan telah berbicara tentang
‘post industrial society’ serta dampak dari kapitalisme, sedangkan Naisbit
bertutur tentang sepuluh kecenderungan-kecenderungan yang mempengaruhi
perubahan masyarakat.
Model pendekatan pengembangan pengorganisasian cross disiplin ini
diistilahkan dengan Jaringan kegiatan lintas kurikulum. Kegiatan Jaringan
lintas kurikulum ini bermanfaat untuk mengaitkan dua atau lebih mata pelajaran
dalam satu sajian belajar-mengajar yang utuh. Dengan adanya pendekatan ini maka
tumpang tindih antarpokok bahasan baik yang terjadi antarilmu-ilmu yang ada
dalam interdisiplin ilmu atau antardisiplin ilmu dapat dihindari sehingga dapat
menghemat waktu dan menghindari kebingungan serta kejenuhan siswa. Model ini
lebih tepat diterapkan di SD karena guru mengajarkan semua pelajaran/guru
kelas. Pendekatan ini pun dapat diterapkan pada tingkat lanjutan dengan cara
melakukan koordinasi antarguru bidang studi.
Prinsip Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPS
Penganut konstruktivisme kognitif berpandangan bahwa makna suatu
realitas tidak terletak pada realitas itu sendiri, tetapi pada struktur mental
atau skemata-skemata interpretasi yang terdapat di dalam pikiran (kognisi)
manusia.
Konstruktivis sosial lebih memandang faktor interaksi dengan lingkungan
sosial dan variasi sosial-budaya sebagai faktor yang banyak berpengaruh pada
konstruksi pengetahuan individu.
Dalam perspektif konstruktivisme kognitif, pembelajaran Pendidikan IPS
sebagai suatu ilmu pengetahuan atau pengetahuan sosial, seyogianya dikondisikan
agar mampu memfasilitasi siswa melakukan interaksi diri dengan berbagai
lingkungan sosial yang lebih luas.
Pembelajaran IPS harus menekankan pada pengembangan berpikir.
Terjadinya ledakan pengetahuan menuntut perubahan pola mengajar dari yang hanya
sekadar mengingat fakta yang biasa dilakukan melalui metode kuliah (lecture)
dan latihan (drill) dalam pola pembelajaran tradisional menjadi pengembangan
kemampuan berpikir kritis (critical thinking).
Dalam pembelajaran IPS banyak sekali model yang dapat mengembangkan
proses berpikir siswa, di antaranya sebagai berikut.
Model Reflective Inquiry
Inti dari pengorganisasian yang berpusat pada berpikir reflektif ialah pengembangan kemampuan mengambil keputusan atau decision making skill.
Model Berpikir Induktif (Inductive Thinking)
Telah diakui bahwa kemampuan untuk membentuk konsep merupakan salah satu keterampilan dasar berpikir. Model berpikir induktif dirancang dan dikembangkan oleh Hilda Taba (1966) dengan tujuan untuk mendorong para pelajar menemukan dan mengorganisasikan informasi, menciptakan nama suatu konsep, dan menjajagi berbagai cara yang dapat menjadikan para pelajar lebih terampil dalam menyikap dan mengorganisasikan informasi, dan dalam melakukan pengetesan hipotesis yang melukiskan hubungan antarberbagai data.
Model Latihan Penelitian (Inquiry Training)
Model ini dirancang untuk melibatkan para pelajar dalam proses penalaran mengenai hubungan sebab akibat dan menjadikan mereka lebih fasih, cermat dalam mengajukan pertanyaan, membangun konsep, merumuskan, dan mengetes hipotesis.
Model Penelitian Sosial (Social Science Inquiry)
Model ini dikembangkan atas dasar kerangka konseptual yang sama dengan model penelitian ilmiah yang diterapkan dalam bidang ilmu-ilmu alamiah dan model penelitian sosial dalam bidang ilmu-ilmu sosial.
Model Reflective Inquiry
Inti dari pengorganisasian yang berpusat pada berpikir reflektif ialah pengembangan kemampuan mengambil keputusan atau decision making skill.
Model Berpikir Induktif (Inductive Thinking)
Telah diakui bahwa kemampuan untuk membentuk konsep merupakan salah satu keterampilan dasar berpikir. Model berpikir induktif dirancang dan dikembangkan oleh Hilda Taba (1966) dengan tujuan untuk mendorong para pelajar menemukan dan mengorganisasikan informasi, menciptakan nama suatu konsep, dan menjajagi berbagai cara yang dapat menjadikan para pelajar lebih terampil dalam menyikap dan mengorganisasikan informasi, dan dalam melakukan pengetesan hipotesis yang melukiskan hubungan antarberbagai data.
Model Latihan Penelitian (Inquiry Training)
Model ini dirancang untuk melibatkan para pelajar dalam proses penalaran mengenai hubungan sebab akibat dan menjadikan mereka lebih fasih, cermat dalam mengajukan pertanyaan, membangun konsep, merumuskan, dan mengetes hipotesis.
Model Penelitian Sosial (Social Science Inquiry)
Model ini dikembangkan atas dasar kerangka konseptual yang sama dengan model penelitian ilmiah yang diterapkan dalam bidang ilmu-ilmu alamiah dan model penelitian sosial dalam bidang ilmu-ilmu sosial.
Hakikat belajar inkuiri didasarkan untuk menemukan makna dari
“kebenaran”, sedangkan alat belajarnya dengan menggunakan data informasi yang
diperoleh lewat proses inkuiri itu sendiri dengan memperhatikan reliabilitas
dan validitas. Oleh karena itu, inkuiri suatu pendekatan dalam belajar yang
dapat dijadikan kriteria dasar dalam memilih dan menentukan metode untuk
membuat model belajar-mengajar untuk meningkatkan kemampuan berpikir peserta
didik melalui berpikir ilmiah, seperti perumusan masalah dan hipotesis atau pertanyaan
penelitian, pengumpulan data, pengujian hipotesis, dan penarikan kesimpulan.
Pedoman untuk menciptakan iklim inquiri agar berhasil dengan baik (1)
kelas diarahkan pada pokok permasalahan yang telah jelas rumusannya, tepatkan
cara inkuirinya serta arahnya, (2) agar dipahami bahwa tujuan inkuiri adalah
pengembangan kemampuan membuat perkiraan-perkiraan serta proses berpikir, (3)
peranan pertanyaan dan kemampuan menemukan pertanyaan (teknik bertanya) dari
guru akan sangat menentukan keberhasilan inkuiri, (4) hendaknya diberikan
keleluasaan kepada siswa untuk mengembangkan berbagai kemungkinan (alternatif
dalam bertanya atau menjawab, (5) bahwa jawaban dapat diutarakan dalam berbagai
cara sepanjang hal ini mengenai permasalahan yang sedang diinkuiri, 6) bahwa
pada umumnya inkuiri menggali nilai-nilai atau sikap maka karenanya
hormatilah/hargailah sistem kepercayaan/nilai dan sikap siswa-siswa Anda, (7)
guru hendaknya menjaga diri untuk tidak menjawab sendiri pertanyaan-pertanyaan,
(8) usahakan selalu jawaban bersifat merata dan komparatif (saat
diperbandingkan dengan lainnya).
James A. Banks mengemukakan pengertian tentang fakta, konsep,
generalisasi, dan teori, yaitu fakta adalah satuan peristiwa atau hal tertentu
yang merupakan data mentah atau pengamatan ilmuwan sosial. Fakta biasanya
dinyatakan dalam bentuk pernyataan yang bersahaja dan positif. Fakta adalah
data aktual. Konsep adalah istilah atau ungkapan abstrak yang berguna untuk
menggolongkan atau mengkategorikan sekelompok hal, ide atau peristiwa. Istilah
yang memberi label atau nama pada kelompok objek yang sama, atau memiliki
kesamaan tertentu disebut konsep. Generalisasi adalah pernyataan tentang
hubungan-hubungan dari dua konsep atau lebih. Generalisasi merupakan alat yang
berguna bagi kita untuk menyatakan hubungan di antara fakta-fakta atau
informasi yang kita peroleh menurut cara yang sangat tersusun rapi dan
sistematis. Teori adalah suatu bentuk pengetahuan tertinggi dan merupakan
tujuan utama dari ilmu pengetahuan. Teori membantu kita dalam menjelaskan dan
meramalkan perilaku manusia Teori terdiri dari serangkaian dalil atau
generalisasi-generalisasi yang saling terkait dan dapat diuji.
Konsep-konsep dapat dibedakan dalam 7 dimensi, meliputi atribut,
struktur, keabstrakan, keinklusifan, keumuman, ketepatan, dan kekuatan.
Menurut David Ausubel, ada tiga maksud utama dari penggunaan model
advance organizers, yaitu agar di dalam belajar siswa mempunyai kerangka kerja
yang jelas, organizers yang dipilih secara hati-hati dapat menghubungkan informasi
yang telah tersimpan dalam memori siswa dengan pelajaran baru, dengan
menghubungkan antara informasi yang telah tersimpan dalam memori dan apa yang
dipelajari dapat membantu siswa dalam melakukan proses encoding.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar